Minggu, 26 Januari 2020

Unsur Fisik Puisi

Puisi dari bahasa Yunani kunoποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah sebuah seni tertulis. Puisi merupakan karya sastra seseorang dalam menyampaikan pesan melalui diksi dan pola tertulis. Penyair adalah orang yang membuat atau menciptakan puisi. Dalam bentuk seni ini, seorang penyair menggunakan bahasa untuk menambah kualitas estetis pada makna semantis. Menurut KBBI puisi adalah:

1. Ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait
2. Gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus
3. Sajak[1]
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter, dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tetapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu, puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain masuk ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zig zag, dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannya. Puisi kadang hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca, hal tersebut mungkin membuat puisi menjadi tidak atau kurang bisa dimengerti. Tetapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada batasan bagi seorang penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru.
Baca lebih banyak hal menarik lainnya di website bagipensil.com 

Struktur fisik puisi terdiri dari:
Perwajahan puisi (tipografi), adalah kerangka puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, pinggir kanan-kiri, penataan barisnya, hingga urutan puisi yang enggak sering dimulai bersama huruf kapital lalu diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal terbilang paling menentukan arti atas puisi.
Diksi, yakni penetapan kata-kata yang dilakukan akibat penyair dalam puisinya. Lantaran puisi yaitu struktur karya sastra yang sedikit kata-kata memperoleh memberitahukan banyak hal, bahwa kata-katanya patut dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Imaji, yakni kata ataupun susunan kata-kata yang mungkin mengungkapkan pengetahuan indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji mungkin dibagi menjadi tiga, yakni imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji mampu mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan sebagai apa yang dialami penyair.
Kata konkret, merupakan kata yang dapat ditangkap dengan indra yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata konkret “salju" melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dan lain-lain. Sedangkan kata konkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain.
Gaya bahasa, ialah pemakaian bahasa yang mampu menghidupkan/meningkatkan daya dan menyebabkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menghasilkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya terhadap makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapun macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, dan paradoks.
Rima atau Irama yaitu persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
1. Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.)
2. Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
3. Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar